Mengembangkan sikap jujur di tempat kerja

Penulis: Lukas Dwiantara
Dosen Program Studi Sekretari Asmi Santa Maria, Yogyakarta

Bertolak dari pengelaman empiris maupun pelacakan makna leksikal, bersikap jujur berarti mengakui atau mengatakan sesuatu atau memberikan informasi sesuai dengan kenyataan atau apa adanya.

Lebih dari itu, bersikap jujur berarti senantiasa mampu menjaga konsistensi dan kongruensi antara yang dikatakan dengan yang dilakukan. Oleh karenanya, bersikap jujur berarti anti sikap pura-pura, "bersandiwara", basa-basi, seolah-olah, munafik, dan bohong, baik pada diri sendiri maupun pada orang lain.

Paling tidak di dalam kejujuran mengandung tiga nilai yaitu nilai integritas, kemandirian moral, dan keadilan. Seseorang yang bersikap jujur senantiasa memelihara dan mengindahkan nilai kebenaran yang diyakininya.

Ia pun senantiasa mengambil sikap lurus, yakni sikap yang bertolak dan berdasarkan dari diri sendiri, bukan dari apa yang diperkirakan atau pun diharapkan oleh orang lain.

Oleh karenanya, ia anti merugikan apalagi mengorbankan pihak lain dengan cara apapun, entah dengan cara korupsi, pilih kasih, mencari kambing hitam, cari muka, 'menjilat' ataupun dengan cara yang lain.

Sikap jujur penting senantiasa ditumbuhkembangkan di tempat kerja karena pasti akan menghasilkan buah manis yang berlimpah, baik bagi organisasi maupun para personil didalamnya.

Dengan kejujuran, organisasi akan terbebas dari virus patologis manipulasi, korupsi, penipuan, egois, arogansi, curiga, kebencian, keangkaramurkaan, dendam, kekerasan, perebutan kekuasaan dan perseteruan.

Kujujuran pun akan menghadirkan energi spiritual dan roh kesucian, roh kebaikan dan kemurahan, roh cinta dan suka cita, serta keunggulan dan kesempurnaan, yang membawa organisasi sukses dan panjang umur.

Secara personal, bekerja yang dilandasi semangat, motivasi dan perilaku jujur mendukung suasana hati yang tenang dan nyaman, sehingga ia mampu bekerja dan berkarya secara optimal.


Sumber: Harian Jogja, sabtu 22 Oktober 2011